GPS TEC Ionosfer
Buldan Muslim1), Sarmoko Saroso1), The Houw Liong2)
Hasanuddin Z. A.3), dan Wedyanto3)
1)National Institute of Aeronautucs and Space (LAPAN), Bandung, Indonesia
2)Dept. of Physics, Bandung Institute of Technology, Bandung Indonesia
3)Geomagnetic and Geodesy Group, Bandung Institute of Technology, Bandung, Indonesia
Abstract
Total elektron content ionosfer (TEC) dapat diperoleh dari sebuah observasi dasar Global Positioning System (GPS). Kumpulan GPS terdiri dari 24 jumlah satelit., yang terdistribusi pada 6 orbit mengelilingi bumi pada ketinggian ~20200 km. masing-masing satelit menstranmisikan sinyal pada dua frekuensi (f1 = 1575,42 MHz dan f2 = 1227,60 MHz) dengan dua kode yang berbeda, C/A dan P(Y) dan dengan dua fase pengangkut yang berbeda, L1 dan L2. Karena ionosfer adalah sebuah medium yang menyebar, kecepatan perambatan gelombang elektromagnetik ditransmisikan oleh satelit GPS tergantung pada frekuensi gelombang radio. Kenaikan fase pengangkut dan keterlambatan pengelompokan sinyal GPS di ionosfer adalah sebanding dengan elektron content terintegrasi sepanjang perambatan garis edar satelit. Berdasarkan fase pengangkutan dan kode data pseudorange pengamatan oleh penerima GPS berlokasi di sekitar Indonesia, kami memperoleh TEC ionosfer meggunakan metode fase levelling. Tujuan menemukan hubungan anomali variasi harian dengan gempa-gempa besar di Indonesia dan area sekitarnya, kami menggunakan analisis harmonik dari pengamatan TEC pada beberapa stasiun GPS. Hasil dari analisis harmonik menampakkan bahwa amplitudo variasi harian dari TEC mengalami penurunan (anomali negatif) atau peningkatan (anomali positif) beberapa hari setelah gempa utama, dan mengggunakan analisis spasial dari anomali amplitudo, magnitude beberapa gempa besar dapat diperkirakan. Kemungkinan mekanisme anomali variasi harian GPS TEC ionosfer akan didiskusikan juga.
1. Pendahuluan
Ionosfer adalah bagian dari atmosfer atas dimana elektron bebas terjadi pada kerapatan yang cukup untuk memberikan pengaruh yang cukup besar pada perambatan gelombang elektromagnetik frekuensi radio. ionisasi ini sangat tergantung pada matahari dan aktivitasnya. Kerapatan elektron di ionosfer sangat berubah-ubah dengan waktu (siklus sunspot, musiman, dan harian), dengan lokasi geografi (kutub, zona aurora, lintang tengah, lintang rendah, dan kawasan akuator), dan gangguan ionosfer dalam kaitannya dengan matahari tentunya. Bagian terbesar dari ionisasi dihasilkan oleh sinar-X matahari dan radiasi sinar ultraviolet dan oleh radiasi kecil dari matahari. Efek paling nyata terlihat sebagai rotasi bumi dengan matahari; ionisasi meningkat pada bagian atmosfer yang terkena sinar matahari dan menurun pada sisi bayangan matahari. Walaupun matahari adalah peneyebab ionisasi terbesar, sinar cosmic memberikan kontribusi yang kecil terhadap ionisasi. Beberapa gangguan atmosfer juga mempengaruhi penyebaran ionisasi. Karena kepekaan terhadap perubahan atmosfer, ionosfer adalah sebuah pencatat kepekaan kejadian atmosfer dan prekursor gempabumi melewati lithosfer-atmosfer-ionosfer coupling.
Kesepakatan publikasi pertama dengan variasi-variasi parameter ionosfer sebagai prekursor Antselevich (1971) mempelajari variasi-variasi dari parameter foE sebelum terjadi gempabumi Tashket 1966, dan Datchenko (1972) mempelajari variasi-variasi elektron ionosfer sebelum gempa yang sama. Sebagai konsekwensi, studi kasus paper ini dimulai untuk muncul secara teratur. Hal ini didasarkan sebagian besar berdasarkan data ionosonde; bagaimanapun, paper ini menggunakan data satelit memulai untuk muncul dendan baik (Gokhberg et al. 1983).
Anomali ionosfer adalah salah satu dari beberapa kemungkinan prekursor dari gempa Taiwan di bawah penelitian Tsai et al. (2003). Baerdasarkan tes simulasi dasar bersamaan dengan kriteria yang sesuai di bawah penyelidikan, Cheng et al. (2004) menunjukkan bahwa 1 – 5 hari mengkhawatirkan sebelum gempa dengan M ≥ 5.0 di Taiwan selama 1994-1999 berdasarkan dari rekamananomali foF2 di Liu et al. (2003) tidak karena perubahan tidak teratur.
TEC vertikal sangat peka terhadap perubahan kerapatan elektron foF2. Konsentrasi elketron maksimum F2 lapisan ionosfer adalah salah satu dari parameter paling peka berkaitan dengan aktivitas seismik, kita dapat menggunakan data TEC untuk memperlkirakan ukuran spasial dan perubahan temporal dari dampak ionosfer sebelum gempabumi pada beberapa kawasan seismo-aktive.
Pada tahun terkini ada kemungkinan yang sangat banyak untuk menyelidiki perubahan ionosfer dan pada kterangan hubungan dampak ionosfer dengan aktivitas seismik menggunakan ukuran sinyal Global Positiong System (GPS) (Liu et al., 2002; Plotkin, 2003; Liu et al., 2004; Afraimovich et al., 2004; Krankowski et al., 2006; Zakharenkova et al., 2007a).
Jumlah jaringan penerima GPS ( beberapa ribu di seluruh dunia) memenuhi cakupan secara keseluruhan pada skala global dengan resolusi temporal yang tinggi. Teknik GPS menyediakan ukuran-ukuran dari kelompok fase penundaan sinyal L1 dan sinyal L2. Penundaan ionosfer dapat ditransformasikan ke dalam isi elektron sepanjang lintasan sinyal antara sebuah satelit GPS dan penerima GPS, dan kemudian diumlahkan kembali ke dalam proyeksi vertikal. Total elektron content vertikal (VTEC) sangat peka untuk perubahan dari konsentrasi lektrin maksimal (NmF2) pada lapisan F2 di ionosfer. Pembelajaran yang luas dari prekursor gempabumi menggunakan ionosfer pada ukuran GPS TEC keluar pada tahun terakhir telah menyatakn bahwa untuk kekuatan gempa pada lintang tengah anomali seismoionosfer sangat sering (biasanya) tampak sebagai TEC yang meningkat dan diletakkan di sekitar arean episenter dengan segera.
Daerah perwujudan anomali maksimum (TEC meningkat lebih dari 35%) memilki sebuah skala spasial dari beberapa ribu kilometer pada lintang dan kira-kira 100 km pada lintang (Zakharenkova et al., 2006; 2007a; 2007b). Ukuran-ukuran ini adalah pada sebuah persetujuan yang baik dengan mamperoleh hasil dari menggabungkan analisis dari dasar permukaan dan ukuran-ukuran satelit ionosonde. Hal ini diperoleh bahwa skala spasial dari area seismo-modified ionosfer pada puncak lapisan F maksimum selama waktu persiapan gempa kuat memiliki diameter 20°-40° pada koordinat gepgrafi (Pulinets, 1998; Strakhov, Liperovsky, 1999). Ukuran perubahan area dengan magnitude gempabumi. Pulinets et al. (2005) manganalisa ukuran GPS TEC untuk kekuatan gempa Mexico dan menemukan perubahan anomali ionosfer pada distribusi spasial (lintang dan bujur) dari penyimpangan TEC. Peningkatan anomali dari TEC dimulai 3 hari sebelum kejadian dan mencapai nilai 55% secara relatif menuju kondisi dasar. Gangguan TEC negatif (TEC menurun) diamati juga, contohnya untuk kekuatan gempabumi Tukey tahun 1999 (Ruzhin et al., 2002) dan untuk beberapa gempa Taiwan dan Sumatera (Liu et al., 2006; Liu, Chen, 2007).
Pada paper ini kami menggunakan data GPS untuk menurunkan TEC ionosfer kemudian menggunakannya untuk menyatakan prekursor ionosfer dari gempabumi. Anomali variasi harian dari TEC ionosfer diperoleh dengan menggunakan analisis harmonik TEC melihat beberapa hari sebelum gempa besar.
2. Data dan Metode
2.1 Data GPS
Data GPS digunakan untuk analisis anomali ionosfer sebelum gempabumi diperoleh dari stasiun IGS yang berlokasi di sekitar Indonesia: NTUS, SAMP, BAKO, DARW, IISC, DGAR, GUAM, WUHN, KUNM, etc., seperti yang tampak pada gambar 1. Data GPS dapat didownload dari ftp://ngdc.gsfc.nasa.gov/gps/data/daily.
2.2 Mendapatkan GPS TEC Ionosfer
GPS TEC ionosfer diperoleh dari pengamatan dua frekuensi GPS dengan menggunakan metode pengukuran fase yang dapat diperlihatkan sebagai berikut (Liu, 2004).
dimana:
λ1 adalah panjang gelombang dari sinyal L1 GPS
Ф1 adalah pengamatan fase pengangkutan pada L1
γ adalah kuadrat dari perbandingan frekuensi L1 dan L2 (f12/f22)
f1 adalah frekuensi gelombang pengangkut pada L1
N adalah jangka waktu dari Nth
Bp adalah perbedaan penerima kode bias (DCB) antara L1 dan L2
Bp adalah DCB satelit antara frekuensi L1 dan L2
Setelah kalibrasi TEC dari DCB penerima dan satelit antara L1 dan L2, rata-rata per jam dari GPS TEC dengan potongan sudut elevasi 40° dapat digunakan langsung untuk meneruskan pendeteksian anomali GPS TEC ionosfer berkaitan dengan gempabumi dengan menggunakan analisis harmonik
dimana:
a0 adalah rata-rata harian dari TEC
Am = √am2 + bm2 adalah amplitudo dari mth dari variasi harian TEC m adalah urutan dari analisis harmonik dengan m = 1 untuk variasi harian, m = 2 untuk variasi semi harian, m = 3 untuk variasi terdiurnal dan seterusnya, M adalah urutan maksimum dari analisis harmonik TEC.
Untuk membedakan anomali variasi harian TEC ionosfer secara umum disebabkan oleh aktivitas matahari dan secara khusus disebabkan oleh aktivitas seismik, variasi spasial dari variasi harian TEC lebih dari daerah persiapan gempabumi dari analisa stasiun-stasiun IGS. Jika amplitudo harian variasi harian TEC ionosfer menurun sebagai jarak dari stasiun IGS meningkat dari episenter, anomali ionosfer harian dengan kuat menurut dugaan dari sumber terdekat sebagai prekursor gempabumi.
3. Hasil dan Diskusi
3.1 Studi Kasus Gempabumi Sumatera, 26 Desember 2004
Sebuah gempabumi besar terjadi di pesisir barat Sumatera Utara, Indonesia pada 26 Desember 2004. Magnitude gempa ini telah ditinjau kembali sebesar 9.0 berdasarkan data terbaru. Ini adalah gempa terbesar keempat di dunia sejak tahun 1900 dan terbesar sejak tahun 1964 Prince William Sound, gempa Alaska. Magnitude dilengkapi oleh Dept. of Earth and Planetary Science, Harvard University, Cambridge, Massachusetts.
Variasi harian GPS TEC diperoleh dari stasiun SAMP selama Desember 2004 yang diperlihatkan oleh gambar 2. Pada 21 Desember 2004, 5 hari sebelum gempa Aceh, variasi harian GPS TEC ionosfer memiliki amplitudo minimum kira-kira 11 TECU. Penyimpangan amplitudo minimum dari amplitudo rata-rata kira-kira -4.7 TECU. Amplitudo variasi harian TEC diperoleh dari stasiun BAKO pada 21 Desember 2004, kira-kira 15 TECU dan penyimpangan ini dari rata-rata bulanan amplitudo variasi harian TEC ionosfer, yaitu kira-kira -4.5 TECU. Sementara itu dari stasiun IISC, penyimpanagn amplitudo variasi harian TEC kira-kira -3.9 TECU.
Secara jelas nilai absolut penyimapangan dari amplitudo variasi harian pada 21 Desember 2001 sebagai fungsi jarak stasiun GPS dari episenter gempabumi diplot pada Gambar 3. Ditunjukkan pada gambar penyimpangan amplitudo variasi harian dari TEC ionosfer mengalami penurunan sedangkan jarak dari episenter mengalami kenaikan. Hal ini mengindikasikan bahwa anomali ionosfer memiliki sumber lokal dan dapat dikaitkan dengan gempa Aceh 26 Desember 2004. Menggunakan fungsi eksponensial dapat diperkirakan jarak daerah persiapan gempabumi yang mana titik ini berpotongan antara garis eksponensial anomali variasi harian TEC ionosfer dan sebuah garis lurus sebagai batas anomali bahwa rata-rata bulanan dari amplitudi variasi TEC harian pada satu bulan saat terjadinya gempabumi. Garis lurus horizontal adalah batas nilai anomali variasi harian TEC ionosfer. Di atas batas nilai ini dapat dikatkan bahwa amplitudo harian dari TEC pada keadaan luar biasa (mengalami gangguan) atau keadaan ini disebut anomali. Jika nilai dari penyimpangan amplitudo variasi harian TEC adalah lebih kecil daripada batas nilai, ionosfer dikatakan berada pada keadaan di bawah normal.
Mengacu pada Dobrovolsky (1979), jarak dari zona persiapan gempabumi, ρ, dan magnitude gempa, M, dapat ditunjukkan dengan menggunakan rumus
Dari Gambar 3 dapat diperoleh jarak zona persiapan gempabumi dari anomali amplitudo variasi harian TEC ionosfer adalah kurang lebih 3637 km.
Dengan menggunakan persamaan (3) jarak zona persiapan gempabumi adalah kurang lebih 3637 km dari episenter gempabumi. Hal ini dikaitkan dengan gempabumi bahwa akan terjadi g
Gempabumi dengan magnitude sekitar 8.3 SR. Nilai perkiraan ini lebih rendah daripada perkiraan gempabumi yang dikeluarkan oleh USGS.
Gambar 2. Variasi harian ionosfer TEC diperoleh dari SAMP (bagan atas) BAKO (bagan tengah) dan IISC (bagan bawah) pada Desember 2004.
3.2. Studi Kasus Gempabumi Sinchuan, 12 Mei 2008
Berbeda dengan kasus gempa Aceh, prekursor ionosfer pada gempa Sinchuan 12 Mei 2008 anomalinya adalah positif yang dapat dilihat dari variasi harian TEC ionosfer yang diperoleh dari stasiun KUNM, WUHN, dan HYDE IGS, pada 9 Mei 2008, tiga hari sebelum gempa ditunjukkan pada Gambar 4. Tidak seperti prekursor ionosfer Aceh, prekursor ionosfer Sinchuan anomalinya adalah positif dimana amplitudo variasi harian TEC ionosfer memiliki nilai yang lebih besar pada Mei 2008 saat gempabumi terjadi.
Dengan menggunakan metode yang sama untuk kasus gempa Aceh, 26 Desember 2004, gempa Sinchuan, 12 Mei 2008 zona persiapan dari anomali ionosfer pada 9 Mei 2008 adalah sekitar 2950 km ditunjukkan pada Gambar 5, bahwa berhubungan dengan mag nitude 8.1 SR. perkiraan magnitude gempa Sinchuan yang dikeluarkan oleh USGS sekitar 7.9 SR, jadi estimasi magnitude gempabumi berdasarkkan prekursor ionosfer sedikit lebih besar daripada estimasi dari data seismik.
Gambar 5. Amplitudo variasi harian TEC ionosfer diperoleh dari stasiun KUNM, WUHN, dan HYDE IGS pada 9 Mei 2008.
Dengan menggunakan metode yang sama, estimasi magnitude gempabumi untuk kasus gempabumi Bengkulu, 12 September 2008 dan gempabumi Gorontalo, 17 November 2008 adalah berturut-turut 8.01 dan 7.89 SR.
3.3. Model Zona Persiapan Gempabumi Berdasarkan Anomali TEC Ionosfer
Mengambil nilai logaritma untuk jarak zona persiapan gempabumi dan perkiraan gempa-gempa besar berlawanan log (radius), dapat diperoleh Gambar 6. Dari Gambar 6, dapat dilihat bahwa model Dobrovolsky memiliki gradien yang lebih kecil (2.45) dibandingkan dengan model gradien zona persiapan gempabumi yang diperoleh dari anomali TEC ionosfer (10.78).
Berlawanan dengan nilai gradien (0.0928) dari konstanta eksponensial dari hubungan antara jarak zona persiapan gempabumi (ρ) dan magnitude gempabumi (M) (> 7 SR) yang akan terjadi jadi bahwa model jarak zona persiapan gempabumi dan hubungan dengan magnitude gempabumi berdasarkan anomali variasi harian ionosfer dapat ditulis sebagai berikut
atau dapat ditulis sebagai berikut
Gambar 6. Magnitude gempabumi (SR) berlawanan dengan log jarak zona persiapan gempabumi untuk gempabumi (> 7 SR).
Model hubungan antara jarak dari zona persiapan gempabumi berdasarkan anomali ionosfer harian dibutuhkan untuk dinilai dan divalidasi melalui prediksi iliah gempabumi berdasarkan pada data GPS TEC yang telah tersedia online di seluruh permukaan bumi. Percobaan ilmiah ini akan diberitahukan prediksi gempabumi berdasarkan anomali ionosfer harian beberapa hari sebelum gempa besar.
3.4 Mekanismee Kemungkinan Anomali Variasi Harian Ionosfer Sebelum Gempabumi
Penurunan TEC ionosfer pada 21 Desember 2004 dapat dijelaskan oleh model Pulinets (2004) dimana ketidakteraturan ionosfer dalam skala besar dapat mengakibatkan pada penipisan gelembung ionosfer. Akan tetapi ketidakteraturan ionosfer dalam skala besar yang pasti penipisan ionosfer dapat hanya terjadi pada malam hari persiapan gempabumi yang muncul anomali arah medan elektrik ke arah timurdan gradien rapat elektron pada lapisan bawah dari ionosfer positif atau rapat elektron atas lebih besar daripada yang bawah yang membuat ionosfer tidak stabil. Pada kenyataannya penurunan TEC ionosfer beberapa hari sebelum gempabumi di Aceh pada 26 Desember 2004 dan di Bengkulu pada 12 September 2007.
Penurunan TEC ionosfer sebelum gempa dapat juga dijelaskan dengan model menggabungkan lithosphere-atmosphere-ionosphere melalui mekanisme anomali vertikal medan listrik yang menyebabkan penyimpangan horizontal lapisan E x B dari ionosfer, menyebabkan lapisan berpindah ke arah barat (anomali medan listrik vertikal naik) atau ke arah timur (anomali medan listrik vertikal turun). Perpindahan plasma ionosfer akan menyebabkan perubahan pada variasi spasial TEC pada arah timur-barat dari gradien TEC. Akan tetapi anomali TEC terdeteksi lima hari sebelum gempa Aceh mengalami penurunan TEC ke semua arah. Jika arah anomali medan lietrik ke arah timur akan meningkat ke atas sehingga plasma ionosfer berpindah pada sebuah tingkat penggabungan yang rendah yang dapat menyebabkan kenaikan TEC. Ini bertentangan untuk pengamatan anomali negatif dari variasi harian TEC ionosfer. Jika anomali medan listrik ke arah barat akan menurun ke arah timur medan listrik sepanjang hari kemudian kenaikan ionosfer vertikal mengalir lebih lemah dan secara teratur ionisasi anomali ionosfer pada lintang rendah mamiliki rapat elektron lebih rendah dimana penurunan TEC ionosfer sesuai dengan pengamatan. Akan tetapi data pengamatan dari lapisan ionosfer daerah F di atas Kototabang lokasi ionosonde berada pada daerah geomagnetic lintang rendah tidak mengalami penurunan pada arus vertikal pada 21 Desember 2004 sepanjang hari sehingga model anomali medan listrik tunggal tidak dapat dijelaskan penipisan dari ionosfer lintang rendah lima hari sebelum gempabumi. Bahkan terjadi peningkatan ionosfer lapisan F2 dan penurunan TEC ionosfer. Peningkatan ionosfer lapisan F2 tertinggi pada pukul 09:00 UT (16:00 hrs LT) di atas Kototabang terjadi secara berangsur-angsur dan mencapai puncak pada 21 Desember 2004, yang mana puncak dari ionosfer lapisan F tertinggi mencapai lebih dari 400 km dapat dilihat pada Gambar 7.
Jika anomali medan listrik tunggal tidak dapat dengan jelas menerangkan anomali TEC ionosfer pada 21 Desember 2004 kemudian ada alternatif lain yang dapat digunakan untuk menerangkan peningkatan pada siang hari tinggi lapisan ionosfer lintang rendah diikuti dengan penurunan kerapatan plasma ionosfer. Mekanisme alternatif adalah pengambilan gas thermospheric yang dapat menyebabkan perubahan komposisi rapat massa dari atom-atom oksigen dan molekul nitrogen (O/N2). Pada kasus ini pengurangan partikel netral (atom-atom oksigen) dan penambahan partikel netral (molekul nitrogen) pada daerah ionosfer F, hasil penurunan tingkat ionisasi dan peningkatan tingkat penggabungan yang dapat menghasilkan penurunan TEC ionosfer.
Peningkatan gas thermospheric ke tempat yang lebih tinggi mungkin disebabkan oleh beberapa hal. Plah ertama adalah angin thermospheric dari ekuator ke arah bujur. Kedua adalah penurunan gaya gravitasi lokal karena aktivitas lithosphere sebelum gempabumi. Mual-mula disebabkan oleh pengaruh badai geomagnetik yang menyebabkan pemanasan enrgi pada lintang tinggi, menyebabkan perputaran angin ke ekuator. Kedua mungkin disebabkan oleh perubahan rapat massa pada daerah lokal sekitar episenter gempabumi. Perubahan rapat massa udara ini dapat disebabkan oleh penyebaran ke dalam sekitar gas, menyebabkan penurunan episenter gempabumi pada gravitasi lokal (Biagi et al., 2003)
Anomali gravitasi lokal sebelum gempabumi dapat dikaitkan dengan gabungan lithosphere-atmosphere-ionosphere melalui beberapa metode. Contoh peningkatan gravitasi lokal dapat menyebabkan perubahan tekanan atmosphere disertai dengan kemiringan tinggi dari tekanan atmosfer horizontal. Kemiringan tekanan tinggi dapat menyebabkan sebuah angin badai. Penurunan gravitasi lokal dapat menyebabkan penurunan tekanan atmosfer lokal. Hal ini dapat menyebabkan topan pada lintang menengah. Bukti dari gabungan lithosphere-atmosphere telah diperlihatkan oleh Kapochkina (2009).
Gabungan lithosphere-atmosphere-ionosphere melalui anomali gravitasi lokal telah disarankan juga oleh Biagi et al., (2003) melalui koefisien refleksi gelombang dari variasi LF gelombang radio atau melalui sebuah tabrakan ion netral. Kerapatn atmosfer netral menurun disebabkan oleh penurunan gravitasi lokal mungkin menyebabkan perubahan sementara pada kekuatan sinyal LF gelombang radiopada periode semi harian, harian, setengah bulan, dan pasang surut bulanan. Peningkatanamplitudo pasang surut pada sinyal LF dapat disebabkan oleh peningkatan amplitudo pasang surut atmosfer yang mempengaruhi koefisien refleksi melalui tabrakan ion netral. Peningkatan amplitudo pasang surut harian dapat juga mempengaruhi pemisahan jarak ion-ion elektron-elektron yang dapat memperlemah medan listrik ke arah timur sepanjang waktu sehingga ini dapat pengurangn bentuk TEC ionosfer lintang rendah atau perubahan puncak anomali ke rah ekuator.
Oleh karena itu, penulis mengemukakan sebuah alternatif untuk gabungan lithosphere-atmosphere-ionosphere sebelum gempabumi dengan anomali gravitasi lokal yang dapat mengubah arah medan listrik ke arah timur. Beberapa hari sebelum gempa perubahan mekanisme gempabumi dapat terjadi yang dapat menyebabkan penyebaran gas di sekitar episenter. Penyebaran gas dapat menyebabkan penurunan rapat massa dari bumi lokal, menyebabkan penurunan anomali gravitasi lokal di sekitar episenter gempabumi.
Penurunan gravitasi lokal dapat menyebabkan atmosfer netral pada ketinggian lapisan F2 dengan sebuah kecepatan arus vertikal lebih besar dan mempengaruhi komposisi gas thermosphere dimana gas lighter akan menjadi lebih sedikit dari sebuah gas dengan sebuah massa yang lebuh besar pada tingkatan ketinggian ionosfer. Komposisi [O]/[N2] berubah sehingga tingkat ionisasi oksigen lebih besar saat tingkat penggabungan meningkat. Pengaruh total dari perubahan komposisi diturunkan kerapatan elektron ionosfer lapisan F dan secara bertahap TEC ionosfer juga menurun.
Penurunan kerapatan thermosphere netral juga dapat melemahkan arah timur medan magnet yang dapat merubah bentuk anomali ionisasi ionosfer lintang rendah pada bentuk penipisan ionosfer atau perubahan puncak anomali ionisasi ke arah ekuator.
4. Kesimpulan dan Saran
Secara praktis prekursor gempa-gempa besar (> 7) dapat secara potensial dinyatakan dari data GPS TEC ionosfer dengan menggunakan analisis harmonik untuk memperkirakan amplitudo variasi TEC harian. Magnitude gempabumi juga dapat diperkirakan dengan menggunakan analisis spasial dari amplitudi variasi ionosfer harian beberapa hari sebelum terjadinya gempabumisaat prekursor ionosfer terdeteksi. Data GPS dari stasiun IGS yang berlokasi di Indonesia dan sekitar area yang telah mendapatkan akses secara real time (1 jam penundaan) memilki potensial untuk mengamati aktivitas harian TEC sebagai bagian dari sistem peringatan dini di Indonesia.
Bagaimanapun juga sebagai prekursor gempabumi berdasarkan variasi harian dari ionosfer memerlukan percobaan dan pembuktian dengan gempa-ggempa yang lain, mekanisme pendugaan dari gabungan lithosphere-atmosphere-ionosphere melalui anomali gravitasi lokal sebelum gempabumi juga perlu menggunakan data anomali gravitasi satelit dasar.
Referensi
Afraimovich E.L., Astafieva E.I., Gokhberg M.B., Lapshin V.M., P
1 komentar:
Lihat juga pada :
http://sansteknologi.blogspot.com/
Posting Komentar